BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rosulullah SAW adalah madrasah pertama. Kepada beliaulah ummat Islam mempelajari segala yang berhubungan dengan urusan agama dan dunia. Beliaulah tempat mereka kembali dalam menyelesaikan soal-soal umum, baik dalam bidang perundang-undangan, bidang hukum, bidang peradilan, kehakiman dan kekuasaan. Karena itu tidaklah terjadi perselisihan, khilaf daklam bidang cabang-cabang agama.
Sesudah Rosulullah wafat, barulah timbul perselisihan dalam kalangan umat Islam dalam bidang ushul dan dalam bidang furu’ akan tetapi masih terbatas.Mula-mula perselisihan dalam kalangan para sahabat, ialah mengenai pendapat apakah Nabi benar-benar meninggal, ataukah hanya di angkat Allah saja.
Dalam sidang amaliah, permulaan perselisihan mereka, ialah dalam hal pemerintahan, khilafah dan sekitar kaum yang murtad, yang enggan membayar zakat. Abu Bakar ra, dan Umar raberusaha supaya tidak terjadi ikhtilaf di dalam bidang hukum, namun terjadi juga.akan tetapi adanyaperselisihan pendapat di kalangan sahabat itu merupakan awal lahirnya berbagai-bagai madzhabdi kemudian hari.
Ada di antaranya sahabat yang mendalami makna lafadh, sasaran-sasarannya serta memahami jiwa syari’at menyelami makna tasyri’. Petunjuk-petunjuk Rosul dalam menetapkan hukum mengarahkan mereka untuk bertindak demikian. Golongan ini berani membahas dan menganalisa dan berani memberi fatwa tanpa ragu-ragu.
Dan ada pula para sahabat yang membatasi diri sekitar petnjuk lafadz dan makna-makna serta meqsud-maqsudnya. Akan tetapi ini mengambil makna yang lahir saja, tidak beranjak dari itu. Golongan ini tidak berani memberi fatwa-fatwa terhadap kejadian-kejadian yang baru.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian madzhab-madzhab fiqih?
1.2.2 Bagaimana sejarah madzhab-madzhab fiqih?
1.2.3 Apa saja macam-macam madzhab fiqih?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian madzhab fiqih.
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana munculnya madzhab-madzhab fiqih.
1.3.3 Untuk mengetahui macam–macam madzhab fiqih.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Madzhab
Menurut bahasa, madzhab “madzhab” (مذهب) berasal dari shighah mashdar mimy(kata sifat) dan isim makan (kata yang menunjukkan tempat) yang diambil dari fi’il madhy “dzahaba” (ذهب) yang berarti “pergi”. Bisa juga berarti al-ra’yu (الرأى) yang artinya “pendapat”[1]. Didalam kitab Al Fiqhu Al Islami disebutkan : والمذهب : لغة : مكان ذهاب وهو الطريق[2] “Madzhab secara etimologi artinya tempat berangkat, yaitu jalan”.
Sedangkan pengertian madzhab menurut istilah, ada beberapa rumusan, antara lain :
1. Menurut Said Ramadhany al-Buthy, madzhab adalah jalan pikiran (paham/pendapat) yang ditempuh oleh seorang mujtahid dalam menetapkan suatu hukum Islam dari al-Qur’an dan Hadits.
2. Menurut K. H. E. Abdurahman, madzhab dalam istilah Islam berarti pendapat, paham atau aliran seorang alim besar dalam Islam yang digelari Imam seperti madzhab Imam Abu Hanifah, madzhab Imam Ahmad Ibn Hanbal, madzhab Imam Syafi’I, madzhab Imam Malik, dan lain-lain.
3. Menurut A. Hasan, madzhab adalah sejumlah fatwa atau pendapat-pendapat seorang alim besar dalam urusan agama, baik dalam masalah ibadah maupun lainnya[3]. 4. Didalam kitab Al Fiqhu Al Islami disebutkan :
واصطلاحا : الأحكام التي اشتملت عليها المسائل . شبهت بمكان الذهاب بجامع أن الطريق يوصل إلى المعاش ,
وتلك الأحكام توصل إلى المعاد[4]. Yang artinya kurang lebih : “Sedangkan secara terminologi artinya permasalahan-permasalahan yang meliputi pada beberapa hukum, yang mana hukum-hukum itu diserupakan dengan tempat berangkat (jalan) dengan jami’ (sesuatu yang mengumpulkan) bahwa jalan itu menyampaikan pada tempat kehidupan (dunia), sedangkan hukum-hukum itu menyampaikan pada tempat kembali (akhirat)”.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwasannya yang dimaksud dengan madzhab meliputi dua pengertian, yaitu :
a. Madzhab adalah pikiran atau metode yang ditempuh oleh seorang Imam Mujtahid dalam menetapkan hukum suatu peristiwa berdasarkan kepada al-Qur’an dan Hadits.
b. Madzhab adalah fatwa atau pendapat seorang Imam Mujtahid tentang hukum suatu peristiwa yang diambil dari al-Qur’an dan Hadits.
Jadi Madzhab adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam Mujtahid dalam memecahkan masalah, atau mengistinbatkan hukum Islam[5]. 2.2 Pengertian Fiqih
Fiqih secara bahasa adalahالفهم yang berarti “faham”, didalam kitab Al-Ta’rifatdisebutkan :
عبارة عن فهم غرض المتكلم من كلامه
“Sebuah ungkapan untuk memahami maksud pembicara dari pembicaraannya”
Sedangkan menurut istilah, Fiqih adalah :
العلم بالأحكام الشرعية العملية المكتسب من ادلتها التفصيليه[6] “Fiqih adalah suatu ilmu yang menerangkan segala hukum syara’ yang realistis (seperti ibadah, muamalah & hukuman) yang diambil dari dalil-dalil yang tafsily (ayat al –Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ dan Qiyas)”.
Ta’rif ini memasukkan segala rupa hukum-hukum, baik yang berdasarkan Hukum-hukum yang berkaitan dengan segala macam, ibadah yang meliputi : taharah, shalat, puasa, zakat, haji, nazar, sumpah, dan sebagainya, yang bertujuan untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhanya. Hukum-hukum selain ibadah, yang dalam istilah syar’i di sebut dengan “hukum muamalah”, yang meliputi berbagai macam transaksi, daya upaya, hukuman, pelanggaran, jaminan,dan sebagainya untuk mengatur hubungan orang mukallaf dengan sesama mereka, baik secara pribadi, maupun jama’ah (masyarakat). Adapun mengenai hukuman masuk dalam mu’amalah, karena menyangkut hubungan antara manusia dengan manusia.
2.3 Madzhab Fiqih
Dari dua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa madzhab fiqih adalah suatu jalan pikiran (paham/pendapat) yang ditempuh oleh seorang mujtahid dalam mengistimbatkansegala hukum syara’ yang realistis (seperti ibadah, muamalah & hukuman) yang diambil dari dalil-dalil yang tafsily (ayat al –Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ dan Qiyas)”.
Sebagai tambahan mengenai pemahaman tentang madzhab, pemateri ingin menambahkan bahwa perbedaan yang shohih bukanlah merupakan perbedaan dalam masalah aqidah yang menjadikan umat terbagi menjadi beberapa firqoh (kelompok). Ulama’-ulama’ madzhab fiqih sunni misalnya (dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah), semuanya adalah pengikut satu manhaj ‘Aqidah . Aqidah mereka adalah ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Jadi dikalangan ulama’ Ahlus Sunnah tidak ada perbedaan madzhab dalam aqidah. Semua sahabat berada dalam satu cara dalam aqidah, tetapi mereka berbeda pendapat dalam masalah furu’.
Bagi seorang peneliti seyogyanya memperhatikan bahwa tidak semua masalah furu’ termasuk dalam apa yang dinamakan madzhab fiqih. Hukum-hukum yang tidak ada peluang perbedaan pendapat karena dalilnya qath’i (qath’i dari segi tsubut dan dilalah), seperti kewajiban sholat lima waktu, puasa bulan Romadhon, Zakat, Sholat Zuhur empat raka’at, Sholat Maghrib tiga raka’at dan lain-lain, tidak boleh disandarkan kepada madzhab seseorang. Maka tidak bisa dikatakan bahwa Madzhab Abu Hanifah berpendapat bahwa sholat Zuhur hukumnya sunnah, Imam Syafi’i berpendapat puasa Romadhon hukumnya haram, zakat makruh, dan lain sebagainya.
2.4 Sejarah Madzhab-Madzhab Fiqih
Asal mula mazhab fiqih sudah ada sejak zaman shahabat, seperti mazhab ‘aisyah, mazhab abdullah ibn umar, mazhab abdulah ibn mas’ud dan lain sebagainya. Kemudian pada masa tabi’in ada sekitar tujuh fuqoha' diantaranya Sa’id ibn Musayyib, ‘Urwah ibn Zubair, dan Qosim ibn muhammad. Baru pada masa tabi’it-tabi’in yang dimulai pada awal abad kedua Hijriyah, kedudukan ijtihad sebagai istinbath hukum semakin bertambah kokoh dan meluas, sesudah masa itu munculah mazhab-mazhab dalam bidang hukum Islam, baik dari golongan Ahl al-Hadits, maupun dari golongan Ahl al-Ra’yi.
Dari kalangan Jumhur pada masa ini muncul tiga belas mujtahid. Akan tetapi dari jumlah itu, ada sembilan imam mazhab yang paling populer dan melembaga di kalangan jumhur umat Islam dan pengikutnya. Pada periode inilah kelembagaan fiqih, berikut pembukuannya mulai dimodifikasikan secara baik, sehingga memungknkan semakin berkembang pesat para pengikutnya yang semakin banyak dan kokoh. Mereka yang dikenal sebagai peletak ushul dan manhaj (metode) fiqh adalah :
1. Imam Abu Said al-Hasan
2. Imam Abu Hanifah Al-Nu’man bin Tsabit bin Zauthy (Wafat 150 H).
3. Imam Auza’iy Abu Amr Abd. Rahman bin ‘Amr bin Muhammad, (wafat : 157 H)
4. Imam sufyan bin Sa’id bin Masruq al-Tsaury (Wafat 160 H)
5. Imam al-Laits bin Sa’ad (Wafat 175 H)
6. Imam Malikbin Anas al-Ashbahy (Wafat 179 H)
7. Imam Sufyan bin Uyainah (Wafat 198 H)
8. Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’I (Wafat 204 H).
9. Imam Ahmad bin Hanbal (Wafat 241 H)
Selain itu, masih banyak lagi madzhab lainnya yang dibina oleh para imam madzhab, seperti Imam Daud bin Ali al-Ashbahany al Bagdadi (wafat 270 H). terkenal sebagai madzhab zahiri, yang mengambil nisbad kepada redaksional al-Qur’an dan sunnah juga seperti Ishaq bin Rahawai (Wafat 238H). dan madzhab lain yang tidak masyhur dan tidak banyak pengikutnya, atau kurang dikenal sebagaimana lazimnya para pengikut madzhab-madzhab masyhur yang sering tampak sebagai muqallidin.
Munculnya madzhab-madzhab tersebut, menunjukkan betapa majunya perkembangan hukum Islam pada masa itu. Hal itu terutama di sebabkan adanya tiga factor yang sangat menentukan bagi perkembangan hukum Islam sesudah wafatnya Rosulullah SAW. yaitu:
1. Semakin luasnya daerah kekuasaan Islam, mencakup wilayah-wilayah di semenanjung Arab, Iraq, Mesir, Syam, Persi, dan lain-lain
2. Pergaulan kaum Muslimin dengan bangsa yang ditaklukannya. Mereka terpengaruh oleh budaya, adat istiadat serta tradisi bangsa tersebut.
3. Akibat jauhnya Negara-negara yang ditaklukannya itu dengan ibukota khilafah (pemerintahan) islam, membuat para gubernur, para hakim, dan para ulama harus melakukan ijtihad guna memberikan jawaban terhadap problem dan masalah-masalah baru yang dihadapi.
Perkebangan-perkembangn madzhab itu tidaklah sama. Ada yang mendapat sambutan dan memiliki pengikut yang mengembangkan serta meneruskannya, namun adakalanya madzhab kalah pengaruhnya oleh madzhab-madzhab lain yang datang kemudian, sehingga pengikutnya menjadi surut. Mereka hanya disebut saja pendapatnya disela-sela lembaran kitab-kitab para imam madzhab, bahkan ada yang hilang sama sekali. Madzhab yang dapat bertahan dan yang berkembang terus sampai sekarang serta banyak diikuti oleh umat Islam di dunia, hanya empatlah yaitu:
a. Madzhab Hanafi, pendirinya Imam Abu Hanifah
b. Madzhab Maliki, pendirinya Imam Malik
c. Madzhab Syafi’i, pendirinya Imam Syafi’i
d. Madzhab Hanbali, pendirinya Imam Ahmad bin Hanbal
Perkembangan keempat madzhab ini sangat ditentukan sekali oleh beberapa factor yang merupakan keistimewaan itu bagi keempat madzhab tersebut. Factor-faktor itu menurut Khudori bek, adalah:
1. Pendapat-pendapat mereka dikumpulkan dan di bukukan hal ini tidak terjadi pada ulama salaf.
2. Adanya murid-murid yang berusaha menyebar luaskan pendapat mereka, memepertahankan dan membelanya. Mereka dalam organisasi sosial dan pemerintah mempunyai kedudukan yang menjadikan pendapat itu berharga.
3. Adanya kecenderungan jumhur ulama yang menyarankan agar keputusan yang diputuskan oleh hakim harus berasal dari suatu madzhab, sehingga dalam berpendapat, tidak ada dugaan yang negativ. Karena mengikuti hawa nafsu dalam mengadili. Hal ini hanya tidak akan dapat terjadi bila tidak terdapat madzhab yang pendapat-pendapatnya dibukukan.
Madzhab-madzhab tersebut tersebar keseluruh pelosok negara yang berpeduduk muslim. Dengan tersebarnya madzhab-madzhab tersebut berarti tersebar pula syari’at islam kepelosok dunia yang dapat mempermudah umat islam untuk melaksanakannya.
Disamping berdampak positive muncul dan perkembangannya madzhab itu juga menimbulkan dampak negative. Setelah munculnya madzhab-madzhab dalam hukum Islam dan hasil ijtihad para imam madzhab telah banyak yang dibukukan, ulama sesudahnya lebih cenderung untuk mencari dan menetapkan produk-produk ijtihadiah para mujtahid sebelumnya, meskipun mungkin sebagian dari hasil ijtihad mereka sudah kurang atau tidak sesuai lagi dengan kondisi yang dihadapi ketika itu. Lebih dari itu, sikap toleransi bermadzhabpun semakin menipis dikalangan sesama pengikut-pengikut madzhab fiqih yang ada. Bahkan seringkali timbul persaingan dan permusuhan sebagai akibat dari fanatisme madzhab yang berlebihan. Kemudian berkembang pandangan bahwa mujtahid hanya boleh melakukan penafsiran kembali terhadap hokum-hukum fiqih dalam batas-batas yang telah ditetukan oleh imam madzhab yang dianutnya. Hal ini mengakibatkan kemunduran fiqih islam.
Kemunduran fiqih islam yang berlangsung sejak pertengahan abad keempat sampai akhir abad 13 H ini sering disebut sebagai “periode taqlid” dan “penutupan pintu ijtihad”.disebut demikian, karena sikap dan paham yang mengikuti pendapat para ulama mujtahid sebelumnya dianggap sebagai tindakan yang lumrah, bahkan dipandang tepat[7]. Berbagai cara ijtihad para mujtahidin, berbagai-bagai keadaan mereka, maka sudah pasti berbagai-bagai pula hasil dari ijtihad masing-masing mereka, karena berbeda-beda tempat dan masa hidupnya masing-masing mujtahidin. Perbedaan jalan berfikir dan caranya, karena lengkap atau kurang lengkapnya nash (dalil-dalil dari Kitab dan Sunnah) yang diketahui oleh masing-masing mujtahid. Kita sudah terangkan berbagai contoh sebab-sebab perselisihan atau perlainan pendapat para sahabat dan tabi'in. Dan sebab-sebab yang demikian pulalah yang menyebabkan ikhtilaf (perbedaan pendapat) para ulama' yang datang kemudian. Apalagi karena masing-masing Imam yang datang kemudian harus dapat menetapkan mana-mana dari hukum-hukum itu yang boleh dianggap sebagai rukun atau syarat, menjadi wajib atau fardu, mana yang boleh dianggap sebagai sunnat atau mubah, atau hanya sebagai adab semata. Bahkan harus mereka bahas lebih mendalam lagi: Mereka harus membahas dilalah (arti atau tujuan) dari setiap lafadz (kata), kapan lafad itu menunjukkan rukun, kapan ia menunjukkan sebagai syarat. Membawa haramkah, atau makruh atau halal. Mana di antara lafadz-lafadz itu yang menunjukkan hukum yang umum dan mana pula yang khusus. Mana yang mutlak (merata mengenai segala perkara) dan mana pula yang muqayyad (tertentu buat satu atau dua perkara saja). Kapankah satu "At-Tanbiih" (peringatan) berlaku dari bawah, atau kebalikannya. Tiap-tiap cara yang digunakan dan dituruti oleh masing-masing Imam atau Ulama' dalam menetapkan paham atau hukum inilah yang dinamakan kemudian "MADZHAB"
Maka Madhzhab dalam bahasa Masdar Mimi, atau Isim Makan dari kata pokok Zahaba, yang berarti berjalan, pergi atau berpendapat. Madzhab adalah pendapat yang diyakini oleh seseorang manusia, baik pendapat itu mengenai agama atau tidak. Tetapi akhirnya umum dipakaikan dalam masyarakat muslimin ialah pendapat tentang hukum agama Islam dari Imam-imam madzhab yang empat, yaitu: HANAFI, MALIKI, SYAFI'I dan HANBALI.
Dalam Islam banyak sekali dalam madzhab itu. Bukan saja mengenai hukum fiqih, tetapi juga mengenai i'tiqad (kepercayaan). Dan tidak pernah kita dapati di zaman hidupnya Rosulullah saw, tidak pula di zaman sahabat dan tabi'in oarng-orang islam yang memastikan harus mengetahui salah satu madzhab. Kemestian dan keharusan mengikuti salah satu madhab itu lama kemudian, sesudah berlakunya zaman sahabat, zaman tabi'in dan zaman tabit tabi'in. Sedang Rosulullah saw. Bersabda:
Artinya: "Bahwa sebaik-baik zaman atau abad adalah adabku. Kemudian abad para sahabat dan kemudian abadnya para tabi'in (3 abad sesudah hijriah)."
Telah berkata al-allamah Waliyyullah ad-dahlawi dalam risalahnya yang bernama "Al-Insaaf Fi Bayani Sababil Ikhtilaf": "Ketahuilah bahwa kaum muslimin dalam masa seratus tahun pertama, seratus tahun kedua sesudah Muhammad saw. tidaklah mengikat diri untuk bertaqlid terhadap salah satu mazhab". Begitu juga Abu Thalib Al-Makki dalam kitabnya Qu’util Quluub dan kata "Ibnul Hammam" dalam kitabnya "Akhirut Tahrir".
Berkata Muhammad Farij wajdi dalam kitabnya "Dairatul Ma'arif" : "kebanyakan orang-orang yang tidak mengetahui tentang agama islam mengira bahwa madzhab empat adalah seperti madzhab-madzhab yang terdapat dikalangan orang-orang diluar kalangan orang islam (agama lain). Mereka kira bahwa masing-masing imam yang empat itu begitu percaya kepada madzhab mereka masing-masing sehingga mereka mewajibkan (memastikan) manusia untuk mengikutinya secara paksa."
Imam Abu Hanifah (Hanafi) berkata: "Haram bagi siapa yang tidak mengetahui akan dalil-dalil yang kami pergunakan untuk menfatwakan fatwa kami ini."
Imam Malik tiap menetapkan suatu hukum kepada sahabat-sahabat beliau: "Pikirkanlah hukum ini karena ia mengenai agama; tidak seorag manusiapun yang selalu diterima pendapatnya atau perkataannya dan tidak boleh dibantah, selain orang yang berkubur ditaman ini (Rosulullah saw)."
Telah berkata Imam Syafi'i kepada Al-Robi': "Ya Abu Ishaq, janganlah kamu taqlidi apa yang aku katakan, pikirkanlah olehmu, karena ini mengenai agama".
Berkata pula Imam Ahmad bin Hanbal, "Pikirkanlah tiap-tiap urusan agamamu, karena bertaqlid kepada manusia yang tidak ma'shum sangatlah tercela dan mematikan hati."
Demikianlah bunyinya perkataan imam-imam madzhab sendiri. Nyata disitu luasnya kemerdekaan berfikir dalam agama Islam. Bila kita dapati sekarang dalam dunia islam orang-orang islam yang terlalu kaku atau beku maka percayalah bahwa kekakuan dan kebekuan itu lama kelamaan akan lenyap juga dengan sendirinya karena pengaruh ajaran agama islam sendiri, sebab Allah yang menurunkan agama ini adalah waliyyul-ihsaan (menguasai segala yang baik)[8]. 2.5 Macam-Macam Madzhab
Dalam Al-Qur’an dan sunnah tidak akan kita dapati perkataan madzhab. Dengan demikian dapat diketahui, bahwa di masa Nabi Muhammad Saw. Perkataan madzhab itu belum di dengar oleh para sahabat Nabi. Dalam hukum islam, madzhab dapat dikelompokkan kepada:
1. Ahli sunnah wal jama’ah
a) Ahli al-Ra’yi madzhab ini lebih banyak menggunakan akal (nalar) dalam berijtihad, seperti imam Abu Hanifah. Beliau adalah seorang imam yang rasional yang mendasarkan ajaran dari al- Qur’andan sunnah, ijma’, qiyas serta istihsan.
b) Ahl al Hadist madhab ini lebih banyak menggunakan hadist dalam berijtihad dari pada menggunakan akal, yang penting hadis yang digunakana itu shohih. Yang termasuk dalam madzhab ini adalah:
1. Madzhab Maliki
Madzhab ini dibina oleh Imam Malik bin Anas. Ia tercenderung kepada ucapan dan perbuatan Nabi SAW. Madzhab ini berkembang di Afrika Utara, Mesir, Sudan, Qathar, dan Bahrain.
2. Madzhab Syafi'i
Madzhab ini mengikuti Imam Syafi'i. Beliau adalah murid Imam Malik yang pandai. Beliau membina madzhabnya antara ahli Al-Ra'yi dan ahli al-Hdist (moderat), meskipun dasar pemikrannya lebih dekat kepada metode ahlu al-Hadist. Madzhab Syafi'i berkembang di Mesir, Siria, Pakistan, Saudi Arabia, India Selatan, Muangtai, Filipina, Malaisya dan Indonesia.
3. Madzhab Zahiri
Madzhab yang mengikuti Imam Dawud bin Ali. Madzhab ini lebih cenderung kpada zahir Nas dan berkembang di Spanyol pada abad V H. Oleh Ibn Hazm (Wafat 456 H-1085 M). Sejak itu madzhab ini berangsur-angsur lenyap hingga sekarang.
2. Syiah
Pada mulanya syiah ini adalah madzhab politik yang beranggapan bahwa yang berhak menjadi kholifah adalah sayyidina Ali ra. Dan keluarganya setelah Nabi SAW Wafat.
Madzhab ini kemudian pecah menjadi beberapa golongan, yang terkenal sampai sekarang, antara lain:
a. Syiah Zaidiah
Syiah zaidiah adalah pengikut Ziad bin Ali Zain al-Abidin. Syiah zaidiah berpendapat, bahwa Imam tidaklah ditentukan Nabi orangnya tetapi hanya sifat-sifatnya. Tegasnya Nbi tidak mengetakan bahwa Ali adlah yang akan menjadi Imam sesudah beiau wafat, tetapi Nabi hanya menyebut sifat-sifat imam yang akan menggantikan beliau. Ali di angkat menjadi imam, karena sifat-sifat itu terdapat dalam dirinya. Di antara sifat-sifat yang dimaqsud adalah: takwa, alim, murah hari dan; kemudian bagi imam setelah Ali ditambahkan sifatnya sebagai keturunan Fatimah. Sifat-sifat tersebut adalah sifat bagi imam terbaik yang disebut Imam Afdhol. Tetapi, ada juga pemuka yang tidak mencapai sifat terbaik, boelh menjadi imam, dia di sebut imam mafdhul. Karena itu, syiah zaidiah mengekui kekholifahan Abu Bakar, Umar dan Usman. Mereka di akui sebagai Imam Mafdhul, bukan sebagai imam afdhol.
b. Syiah Imamiyah
Madzhab syiah Imamiyah disebut juga dengan madzhab syiah Itsna Asy'ariyah (syiah dua belas), karena mereka mempunyai dua belas orang imam nyata. Syiah imamiyah menjadi paham resmi di Iran sejak permulaan abad ke 16 yaitu setelah paham itu dibawa kesana oleh Syiah Ismailiyah. Madzhab syiah ini masih berkembang sampai sekarang, terutama d Iran, Iraq, Turki, Siria, dan Afganistan.
3. Madzhab-madzhab yang telah musnah
Sebagian dari madzhab-madzhab para fuqaha, ada yang memiliki pengikut-pengikut yang menjalankanya, namu pada suatu waktu mereka kalah pengaruh dari madzhab-madzhab lain yang datang kemudian, sehingga pengikut-pengikutnya menjadi surut. Imam-imam yang pernah terkenal dari madzhab-madzhab tersebut yang kurang atau tidak berkembang lagi adalah:
a. Abu Amr Abd. Rahman bin Muhammad al Auza'iy adalah puak dari Zul Kala' di Yaman, atau desa di Damaskus pada jalan pintu di Faradis, dimana Abu Amr singgah di tengah-tengah mereka, sehingga membangsakan diri kepada mereka. Al Auza'iy termasuk tokoh hadist yang tidak menyukai qiyas, orang-orang Syam bahkan hakim Syam mengikuti madzhabnya. Kemudian madzhab ala Auz'iy pidah ke Andalusia bersama orang-orang yang mengikutinya dari pengikut bani Umayyah kemudian madzhab ini surut duhadapan madzhab Syafi'i di Syam dan dihadapan madzhab Maliki di Andalusia pada abad pertengahan abad ke 3 H. Al Auza'iy wafat pada tahun 157 H.
b. Abu Sulaiman Daud bin Ali bin Khalaf al Ash Bahani yang terkenal dengan al Zahiri, dilahirkan di Kufa pada tahun 202 H. Ia mempelajari ilmu dari Ishaq bin Rahawai, Abu Tsaur dan lain-lain. Ia adalah orang yang paling fanatik kepada al Syafi'i dan menulis dua buku tetang keutamaan-keutamaannya serta memujinya. Pada masa itu merupakan puncak perkembangn ilmu di Bagdad. Kemudian ia membuat aliran (madzhab) tersendiri. Madzhab Daud al Zahiri terus berkembang sampai pertengahan abad ke 5, kemudian surut. Ia mempunyai pendapat-pendapat yang bertentangn dengan jumhur, karena pendapatnya dihailkan dengan tidak menggunakan qiyas dan Ra'yu tetapi hanya mengamlkan dhohir al Qur'an dan as Sunnah.
c. Madzhab Al-Thabary
Pembangun madzhab ini adalah Abu Ja'far bin Jarir al Thabary, dilahirkan pada tahun 224 H dan wafat di Bagdad tahun 320 H. Belaui terkenal sebagai mujtahid, ahli sejarah dan ahli tafsir. Mulanya beliau mempelajari fiqih al Syafi'i danMalik serta fiqih ulam' qufah kemudian membentuk madzhab sendiri di Bagdad, Abu al Farj al Nahrawi tetapi madzhabnya siurut pada 5 H.
d. Madzhab al Laits
Pembangun madzhab ini adalah Abu al Harits al-laitsi bi sa'ad al-fahmy, wafat tahun 174H. Beliau terkenal sebagai ahli fiqih di Mesir. Al Syafi'i mengekui al Laitsi ini lebih pandai dalam soal fiqih daripada Malik. Akan tetapi pengiktu-pengikutnya tidak bersungguh-sunguh mengembangkan madzhabnya sehingga lenyap. Madzhab al Laitsi lenyap pada pertangahan abad ke 3 H[9]. BAB 111
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mazhab fiqih adalah suatu jalan pikiran (paham/pendapat) yang ditempuh oleh seorang mujtahid dalam mengistimbatkan segala hukum syara’ yang realistis (seperti ibadah, muamalah & hukuman) yang diambil dari dalil-dalil yang tafsily (ayat al –Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ dan Qiyas).
Asal mula mazhab fiqih sudah ada sejak zaman shahabat, seperti mazhab ‘aisyah, mazhab abdullah ibn umar, mazhab abdulah ibn mas’ud dan lain sebagainya. Kemudian pada masa tabi’in ada sekitar tujuh fuqoha' diantaranya Sa’id ibn Musayyib, ‘Urwah ibn Zubair, dan Qosim ibn muhammad. Baru Pada masa tabi’it-tabi’in yang dimulai pada awal abad kedua Hijriyah, kedudukan ijtihad sebagai istinbath hukum semakin bertambah kokoh dan meluas, sesudah masa itu munculah mazhab-mazhab dalam bidang hukum Islam. Munculnya madzhab-madzhab tersebut, menunjukkan betapa majunya perkembangan hukum Islam pada masa itu. Perkebangan-perkembangn madzhab itu tidaklah sama. Ada yang mendapat sambutan dan memiliki pengikut yang mengembangkan serta meneruskannya, namun adakalanya madzhab kalah pengaruhnya oleh madzhab-madzhab lain yang datang kemudian, sehingga pengikutnya menjadi surut. Kemunduran fiqih islam yang berlangsung sejak pertengahan abad keempat sampai akhir abad 13 H ini sering disebut sebagai “periode taqlid” dan “penutupan pintu ijtihad”.disebut demikian, karena sikap dan paham yang mengikuti pendapat para ulama mujtahid sebelumnya dianggap sebagai tindakan yang lumrah, bahkan dipandang tepat.
Dalam hukum Islam, mazhab-mazhab dapat dikelompokkan kepada dua kelompok besar, yaitu ahl al-Sunnah wa Al-Jama’ah dan Syi’ah. Dalam ahl al-Sunnah wa Al-Jama’ah, terbagi menjadi dua mazhab, yaitu Ahl Al-Ra’yi (yang lebih banyak menggunakan akal), seperti Imam Hanifah, dan Ahl al-Hadits (lebih banyak menggunakan hadits dalam berijtihad daripada menggunakan akal), seperti Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i, Mazhab Hanbali, dan Mazhab Zhahiri.
Adapun didalam Syi’ah (Mazhab yang beranggapan bahwa yang berhak menjadi kholifah adalah Saidina Ali ra. dan keluarganya setelah Nabi SAW wafat), terbagi menjadi dua golongan, yaitu Syi’ah Zaidiyah (Pengikut Zaid din Ali Zain al-Abidin) dan Syi’ah Imamiyah (Disebut juga dengan Mazhab Syi’ah Itsna Asyariyah (Syi’ah Dua Belas), karena mereka mempunyai 12 orang imam nyata. Selain itu adapula madzhab-madzhab yang sudah musnah diantaranya Abu Amr Abd, Abu Sulaiman Daud bin Ali bin Khalaf al Ash Bahani, Madzhab Al-Thabary, Madzhab al Laits
[1] Yusuf, Hamdani. 1986. Perbandingan Madzhab. Semarang. Askara Indah.hal: 71 [2]Wahbah Zuhaili .1997. Al fiqhu Al Islami wa Adillatuhu. Darul Fikr : Damaskus-Syiria. Hal : 42 [6] Al-Jurjani, Ali bin Muhammad.2001.Al-Ta’rifat, PT: Al-Harumain, Indonesia.hal : 164 [7] Huzaemah Tahido Yanggo. 1997. Pengantar Perbandingan Madzhab. Ciputat. [8]said Ramadhan al- Buthi dkk. 1985. Bebas Madzhab Membahayakan Islam. Surabaya. P.T Bina Ilmu. [9] Yusuf, Hamdani. 1986. Perbandingan Madzhab. Semarang. Askara Indah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar