بسم الله

بسم الله الرحمن الرحيم
"SELAMAT DATANG" di ameiy-moesleem@blogspot.com " DARUSSALAM "

PAGE

Rabu, 08 Juni 2011

MASJID AL AQSHA ataukah DOME OF THE ROCK ???






Pada awalnya Rasulullah SAW. setiap shalat menghadap ke Baitil Maqdis di Palestina sebelah utara kota Mekkah), kemudian beliau SAW. memohon kepada Allah SWT. untuk dapat shalat menghadap ke Ka’bah.
(QS. Al Baqarah, 2 : 142 - 150)

Dalam sebuah hadits, dari Barrak bin ‘Azib RA., ia berkata : “Rasulullah saw shalat menghadap ke Bait Al Maqdis, enam atau tujuh belas bulan lamanya. Sedang beliau ingin shalat menghadap ke Ka’bah. Maka turun ayat:“Sesungguhnya Kami tahu engkau menghadapkan mukamu ke langit berulang-ulang, maka setelah itu Nabi SAW. shalat menghadap ke Ka’bah. Tetapi orang-orang bodoh, antara lain orang-orang Yahudi, berkata: “Apakah sebabnya mereka berpaling dari kiblat mereka semula ?” Katakan hai Muhammad “Kepunyaan Allah Timur dan Barat, ditunjukiNya kepada jalan yang lurus siapa-siapa yang dikehendakiNya.” Seorang laki-laki shalat bersama Nabi SAW. waktu terjadinya perubahan kiblat itu. Setelah shalat dia pergi. Dia melewati sekelompok oang Anshar sedang shalat “Ashar, masih menghadap ke Baitil Maqdis. Lalu dikatakannya, bahwa tadi dia shalat bersama Nabi saw menghadap ke Ka’bah. Karena itu mereka merubah arah kiblat mereka dan menghadap ke Ka’bah. (Bukhari).

Hikmah yang bisa kita petik dari pemindahan arah kiblat ini secara geografis, andai kiblat tetap di Majid Al Aqsha di Palestina; saat ini kita akan kesulitan menentukan arah kiblat.

Masjid Al Aqsha berada di lokasi dengan koordinat LU sebesar 31°46′ 40.93″. Garis ini jelas tidak dilalui matahari saat MIHADAA, sebab paling pol (mentok) matahari akan melewati pada garis Lintang Utara tanggal 21 Juni, tepat berada di lintang 23.5° LU. Jadi mustahil kita menentukan arah kiblat dengan melihat bayangan matahari.

Ka’bah di Masjid Al Haram kota Mekkah, berada di garis koordinat 21°25′20.94″ Lintang Utara. Garis ini di bawah 23.5° LU batas matahari melakukan Mihaadaa-nya.

Maka dengan perintah Allah SWT kiblat tersebut diubah dari Baitul Maqdis ke Mekah, 
maka kita bisa menentukan arah kiblat dengan mudah cukup melihat bayangan matahari.

Masjid Al Aqsha juga termasuk satu diantara tiga masjid yang kita semua (orang islam) dianjurkan oleh Rasulullah SAW. untuk mengunjunginya (menjiarahinya), yakni MASJID AL HARRAM di Makkah Al Mukaramah, MASJID NABAWI di Madinah Al Munawarah, dan MASJID AL AQSHA di Palestina.

Namun kedengkian yahudi terhadap muslim terus berjalan, mereka menghalalkan berbagai cara untuk dapat merebut/menguasai/menghancurkan masjid Al Aqsha.



Melihat pada gambar di atas, tentunya ramai yang menyangka bahawa masjid di atas adalah Masjid Al-Aqsha. Jika diperhatikan denga teliti, kita akan dapat melihat sebuah lagi kubah berwarna hijau yang kelihatan agak samar-samar. Percayalah, kubah yang berwarna hijau itulah Masjid Al-Aqsa yang sebenarnya.


Masjid Al Aqsha merupakan kiblat pertama bagi Umat Islam sebelum dipindahkan ke Ka'bah dengan perintah Allah SWT. Kini ia berada di dalam kawasan jajahan Yahudi. Dalam keadaan yang demikian, pihak Yahudi telah mengambil kesempatan untuk mengelirukan Umat Islam dengan mengedarkan gambar Dome of The Rock sebagai Masjid Al Aqsha. Tujuan mereka hanyalah satu, yaitu untuk meruntuhkan Masjid Al Aqsha yang sebenarnya. Apabila Umat Islam sendiri sudah terkeliru dan sukar untuk membedakan Masjid Al Aqsha yang sebenarnya. Maka semakin mudahlah tugas mereka untuk melaksanakan perancangan tersebut.
   
Lihat pula gambar di bawah, berikut adalah gambar sebenarnya Masjid Al Aqsha pada jarak yang lebih dekat. Betapa jauhnya perbedaan antara Dome of The Rock jika dibandingkan dengan Masjidil Aqsa.





Agenda Israel menghapuskan Masjidil Aqsa

Berikut disertakan juga terjemahan daripada surat yang dikarang dan dikirimkan oleh Dr. Marwan kepada ketua pengarang harian "Al-Dastour". Berhati-hatilah dengan perancangan zionist tentang Masjid Al Aqsha. Jangan biarkan mereka berjaya dengan peracangan mereka.
Terjemahan surat Dr. Marwan:
   
Terdapat beberapa kekeliruan di antara Masjid Al Aqsha dan The Dome of The Rock. Apabila yang disebut tentang Masjidil Aqsa di dalam media nasional maupun internasional, gambar The Dome of The Rock pula yang dipaparkan. Sebab utama ia dilakukan adalah bagi mengabaikan orang ramai dimana itu adalah perancangan Israel. Tinjauan ini diperoleh semasa saya tinggal di USA, dimana saya telah dimaklumkan bahawa Zionis di Amerika telah mencetak dan mengedarkan gambar tersebut dan menjualkannya kepada orang arab dan Muslim. Kadangkala dijual dengan harga yang murah bahkan kadangkan diberikan secara percuma supaya Muslim dapat mengedarkannya dimana-mana saja. Tak hanya di rumah maupun pejabat.
   
Ini meyakinkan saya bahawa Israel ingin menghapuskan gambaran Masjid Al-Aqsha dari ingatan umat Islam supaya mereka dapat memusnahkannya dan membina kuil mereka tanpa sebaran publisitas. Sekiranya terdapat pihak yang membangkang atau merungut, maka Israel akan menunjukkan gambar The Dome of The Rock yang masih utuh berdiri, dan menyatakan bahwa mereka tidak berbuat apa-apa. Rancangan yang sungguh bijak! Saya juga merasa amat terperanjat apabila bertanya kepada beberapa rakyat arab, Muslim, bahkan rakyat Palestina karena mendapati mereka sendiri tidak dapat membedakan antara kedua bangunan tersebut. Ini benar-benar membuatkan saya berasa kesal dan sedih karena hingga kini Israel telah berjaya dalam perancangan mereka.Dr. Marwan Saeed Saleh Abu Al-Rub Associate Professor,
Mathematics Zayed University Dubai

Silahkan perhatikan letak Masjid Al Aqsha yg sesungguhnya dengan Dome of The Rock!!!














Semoga kita semua masih mau tergerak hatinya untuk menjaga Kesucian Masjid Al Aqsha.
Sesungguhnya kebaikan yg tidak terorganisir dapat di kalahkan dengan kejahatan yang terorganisir.
(Ali bin Abi Thalib)
Cukuplah kisah-kisah masa lalu menjadi cambuk bagi kita saat ini untuk TIDAK mengulanginya di masa kini.


Supaya lebih jelas, mari kita perhatikan gambar-gambar berikut !!!





Sudah jelas dan nyata kah ?! Bagian yang diberi lingkaran merah adalah Komplek Masjid Al Aqsha yang sebenarnya. Saya pun baru tahu dan baru sadar kalo ternyata Dome of The Rock itu bisa menyamai bahkan melebihi luas dari Masjidil Aqsa.


Namun baik itu masjid Al Aqsha atau pun Dome of The Rock keduanya harus dijaga dari tangan jahil Yahudi. 


Mereka hendak menghancurkan masjid Al Aqsha tanpa umat islam merasa kehilangan, karena ada Dome of The Rock sebaga gantinya yang  oleh mereka (Yahudi) disamarkan sebagai Al Aqsha dan umat Islam pun menyangka bahwa Al Aqsha masih ada.

Wallahu'alam.

(dari berbagai sumber)

Selasa, 07 Juni 2011

BILAL BIN RABAH AL HABASYI RA.

MUADZIN RASULULLAH SAW
(Wafat 20 H)

Namanya adalah Bilal bin Rabah, Muazin Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, memiliki kisah menarik tentang sebuah perjuangan mempertahankan aqidah. Sebuah kisah yang tidak akan pernah membosankan, walaupun terus diulang-ulang sepanjang zaman. Kekuatan alurnya akan membuat setiap orang tetap penasaran untuk mendengarnya.

Bilal lahir di daerah as-Sarah sekitar 43 tahun sebelum hijrah. Ayahnya bernama Rabah, sedangkan ibunya bernama Hamamah, seorang budak wanita berkulit hitam yang tinggal di Mekah. Karena ibunya itu, sebagian orang memanggil Bilal dengan sebutan ibnus-Sauda’ (putra wanita hitam).

Bilal dibesarkan di kota Ummul Qura (Mekah) sebagai seorang budak milik keluarga bani Abduddar. Saat ayah mereka meinggal, Bilal diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh penting kaum kafir.

Ketika Mekah diterangi cahaya agama baru dan Rasul yang agung Shalallahu ‘alaihi wasallam mulai mengumandangkan seruan kalimat tauhid, Bilal adalah termasuk orang-orang pertama yang memeluk Islam. Saat Bilal masuk Islam, di bumi ini hanya ada beberapa orang yang telah mendahuluinya memeluk agama baru itu, seperti Ummul Mu’minin Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abu Thalib, ‘Ammar bin Yasir bersama ibunya, Sumayyah, Shuhaib ar-Rumi, dan al-Miqdad bin al-Aswad.

Bilal merasakan penganiayaan orang-orang musyrik yang lebih berat dari siapa pun. Berbagai macam kekerasan, siksaan, dan kekejaman mendera tubuhnya. Namun ia, sebagaimana kaum muslimin yang lemah lainnya, tetap sabar menghadapi ujian di jalan Allah itu dengan kesabaran yang jarang sanggup ditunjukkan oleh siapa pun.

Orang-orang Islam seperti Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib masih memiliki keluarga dan suku yang membela mereka. Akan tetapi, orang-orang yang tertindas (mustadh’afun) dari kalangan hamba sahaya dan budak itu, tidak memiliki siapa pun, sehingga orang-orang Quraisy menyiksanya tanpa belas kasihan. Quraisy ingin menjadikan penyiksaan atas mereka sebagai contoh dan pelajaran bagi setiap orang yang ingin mengikuti ajaran Muhammad.

Kaum yang tertindas itu disiksa oleh orang-orang kafir Quraisy yang berhati sangat kejam dan tak mengenal kasih sayang, seperti Abu Jahal yang telah menodai dirinya dengan membunuh Sumayyah. Ia sempat menghina dan mencaci maki, kemudian menghunjamkan tombaknya pada perut Sumayyah hingga menembus punggung, dan gugurlah syuhada pertama dalam sejarah Islam.

Sementara itu, saudara-saudara seperjuangan Sumayyah, terutama Bilal bin Rabah, terus disiksa oleh Quraisy tanpa henti. Biasanya, apabila matahari tepat di atas ubun-ubun dan padang pasir Mekah berubah menjadi perapian yang begitu menyengat, orang-orang Quraisy itu mulai membuka pakaian orang-orang Islam yang tertindas itu, lalu memakaikan baju besi pada mereka dan membiarkan mereka terbakar oleh sengatan matahari yang terasa semakin terik. Tidak cukup sampai di sana, orang-orang Quraisy itu mencambuk tubuh mereka sambil memaksa mereka mencaci maki Muhammad.

Adakalanya, saat siksaan terasa begitu berat dan kekuatan tubuh orang-orang Islam yang tertindas itu semakin lemah untuk menahannya, mereka mengikuti kemauan orang-orang Quraisy yang menyiksa mereka secara lahir, sementara hatinya tetap pasrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kecuali Bilal, semoga Allah meridhainya. Baginya, penderitaan itu masih terasa terlalu ringan jika dibandingkan dengan kecintaannya kepada Allah dan perjuangan di jalan-Nya.

Orang Quraisy yang paling banyak menyiksa Bilal adalah Umayyah bin Khalaf bersama para algojonya. Mereka menghantam punggung telanjang Bilal dengan cambuk, namun Bilal hanya berkata, “Ahad, Ahad … (Allah Maha Esa).” Mereka menindih dada telanjang Bilal dengan batu besar yang panas, Bilal pun hanya berkata, “Ahad, Ahad ….“ Mereka semakin meningkatkan penyiksaannya, namun Bilal tetap mengatakan, “Ahad, Ahad….”

Mereka memaksa Bilal agar memuji Latta dan ‘Uzza, tapi Bilal justru memuji nama Allah dan Rasul-Nya. Mereka terus memaksanya, “Ikutilah yang kami katakan!
Bilal menjawab, “Lidahku tidak bisa mengatakannya.” Jawaban ini membuat siksaan mereka semakin hebat dan keras.

Apabila merasa lelah dan bosan menyiksa, sang tiran, Umayyah bin Khalaf, mengikat leher Bilal dengan tali yang kasar lalu menyerahkannya kepada sejumlah orang tak berbudi dan anak-anak agar menariknya di jalanan dan menyeretnya di sepanjang Abthah1 Mekah. Sementara itu, Bilal menikmati siksaan yang diterimanya karena membela ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ia terus mengumandangkan pernyataan agungnya, “Ahad…, Ahad…, Ahad…, Ahad….” Ia terus mengulang-ulangnya tanpa merasa bosan dan lelah.

Suatu ketika, Abu Bakar Rodhiallahu ‘anhu mengajukan penawaran kepada Umayyah bin Khalaf untuk membeli Bilal darinya. Umayyah menaikkan harga berlipat ganda. Ia mengira Abu Bakar tidak akan mau membayarnya. Tapi ternyata, Abu Bakar setuju, walaupun harus mengeluarkan sembilan uqiyah emas2.

Seusai transaksi, Umayyah berkata kepada Abu Bakar, “Sebenarnya, kalau engkau menawar sampai satu uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk menjualnya.”

Abu Bakar membalas, “Seandainya engkau memberi tawaran sampai seratus uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk membelinya.”

Ketika Abu Bakar memberi tahu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa ia telah membeli sekaligus menyelamatkan Bilal dari cengkeraman para penyiksanya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Abu Bakar, “Kalau begitu, biarkan aku bersekutu denganmu untuk membayarnya, wahai Abu Bakar.”

Ash-Shiddiq Rodhiallahu ‘anhu menjawab, “Aku telah memerdekakannya, wahai Rasulullah.”

Setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengizinkan sahabat-sahabatnya untuk hijrah ke Madinah, mereka segera berhijrah, termasuk Bilal Rodhiallahu ‘anhu. Setibanya di Madinah, Bilal tinggal satu rumah dengan Abu Bakar dan ‘Amir bin Fihr. Malangnya, mereka terkena penyakit demam. Apabila demamnya agak reda, Bilal melantunkan gurindam kerinduan dengan suaranya yang jernih :
    Duhai malangnya aku, akankah suatu malam nanti Aku bermalam di Fakh dikelilingi pohon idzkhir dan jalil Akankah suatu hari nanti aku minum air Mijannah Akankah aku melihat lagi pegunungan Syamah dan Thafil
Tidak perlu heran, mengapa Bilal begitu mendambakan Mekah dan perkampungannya; merindukan lembah dan pegunungannya, karena di sanalah ia merasakan nikmatnya iman. Di sanalah ia menikmati segala bentuk siksaan untuk mendapatkan keridhaan Allah. Di sanalah ia berhasil melawan nafsu dan godaan setan.

Bilal tinggal di Madinah dengan tenang dan jauh dari jangkauan orang-orang Quraisy yang kerap menyiksanya. Kini, ia mencurahkan segenap perhatiannya untuk menyertai Nabi sekaligus kekasihnya, Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam. Bilal selalu mengikuti Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam ke mana pun beliau pergi.

Selalu bersamanya saat shalat maupun ketika pergi untuk berjihad. Kebersamaannya dengan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam ibarat bayangan yang tidak pernah lepas dari pemiliknya.

Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam selesai membangun Masjid Nabawi di Madinah dan menetapkan azan, maka Bilal ditunjuk sebagai orang pertama yang mengumandangkan azan (muazin) dalam sejarah Islam.

Biasanya, setelah mengumandangkan azan, Bilal berdiri di depan pintu rumah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam seraya berseru, “Hayya ‘alashsholaati hayya ‘alashsholaati…(Mari melaksanakan shalat, mari meraih keuntungan….)” Lalu, ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam keluar dari rumah dan Bilal melihat beliau, Bilal segera melantunkan iqamat.

Suatu ketika, Najasyi, Raja Habasyah, menghadiahkan tiga tombak pendek yang termasuk barang-barang paling istimewa miliknya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengambil satu tombak, sementara sisanya diberikan kepada Ali bin Abu Thalib dan Umar ibnul Khaththab, tapi tidak lama kemudian, beliau memberikan tombak itu kepada Bilal. Sejak saat itu, selama Nabi hidup, Bilal selalu membawa tombak pendek itu ke mana-mana. Ia membawanya dalam kesempatan dua shalat ‘id (Idul Fitri dan Idul Adha), dan shalat istisqa’ (mohon turun hujan), dan menancapkannya di hadapan beliau saat melakukan shalat di luar masjid.

Bilal menyertai Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam dalam Perang Badar. Ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah memenuhi janji-Nya dan menolong tentara-Nya. Ia juga melihat langsung tewasnya para pembesar Quraisy yang pernah menyiksanya dengan hebat. Ia melihat Abu Jahal dan Umayyah bin Khalaf tersungkur berkalang tanah ditembus pedang kaum muslimin dan darahnya mengalir deras karena tusukan tombak orang-orang yang mereka siksa dahulu.

Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menaklukkan kota Mekah, beliau berjalan di depan pasukan hijaunya bersama ’sang pengumandang panggilan langit’, Bilal bin Rabah. Saat masuk ke Ka’bah, beliau hanya ditemani oleh tiga orang, yaitu Utsman bin Thalhah, pembawa kunci Ka’bah, Usamah bin Zaid, yang dikenal sebagai kekasih Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan putra dari kekasihnya, dan Bilal bin Rabah, Muazin Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.

Shalat Zhuhur tiba. Ribuan orang berkumpul di sekitar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, termasuk orang-orang Quraisy yang baru masuk Islam saat itu, baik dengan suka hati maupun terpaksa. Semuanya menyaksikan pemandangan yang agung itu. Pada saat-saat yang sangat bersejarah itu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memanggil Bilal bin Rabah agar naik ke atap Ka’bah untuk mengumandangkan kalimat tauhid dari sana. Bilal melaksanakan perintah Rasul Shalallahu ‘alaihi wasallam dengan senang hati, lalu mengumandangkan azan dengan suaranya yang bersih dan jelas.

Ribuan pasang mata memandang ke arahnya dan ribuan lidah mengikuti kalimat azan yang dikumandangkannya. Tetapi di sisi lain, orang-orang yang tidak beriman dengan sepenuh hatinya, tak kuasa memendam hasad di dalam dada. Mereka merasa kedengkian telah merobek-robek hati mereka.

Saat azan yang dikumandangkan Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”.

Juwairiyah binti Abu Jahal bergumam, “Sungguh, Allah telah mengangkat kedudukanmu. Memang, kami tetap akan shalat, tapi demi Allah, kami tidak menyukai orang yang telah membunuh orang-orang yang kami sayangi.” Maksudnya, adalah ayahnya yang tewas dalam Perang Badar.

Khalid bin Usaid berkata, “Aku bersyukur kepada Allah yang telah memuliakan ayahku dengan tidak menyaksikan peristiwa hari ini.” Kebetulan ayahnya meninggal sehari sebelum Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam masuk ke kota Mekah..

Sementara al-Harits bin Hisyam berkata, “Sungguh malang nasibku, mengapa aku tidak mati saja sebelum melihat Bilal naik ke atas Ka’bah.”

AI-Hakam bin Abu al-’Ash berkata, “Demi Allah, ini musibah yang sangat besar. Seorang budak bani Jumah bersuara di atas bangunan ini (Ka’bah).”

Sementara Abu Sufyan yang berada dekat mereka hanya berkata, “Aku tidak mengatakan apa pun, karena kalau aku membuat pernyataan, walau hanya satu kalimat, maka pasti akan sampai kepada Muhammad bin Abdullah.”

Bilal menjadi muazin tetap selama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam hidup. Selama itu pula, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sangat menyukai suara yang saat disiksa dengan siksaan yang begitu berat di masa lalu, ia melantunkan kata, “Ahad…, Ahad… (Allah Maha Esa).”

Sesaat setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengembuskan napas terakhir, waktu shalat tiba. Bilal berdiri untuk mengumandangkan azan, sementara jasad Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam masih terbungkus kain kafan dan belum dikebumikan. Saat Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, tiba-tiba suaranya terhenti. Ia tidak sanggup mengangkat suaranya lagi. Kaum muslimin yang hadir di sana tak kuasa menahan tangis, maka meledaklah suara isak tangis yang membuat suasana semakin mengharu biru.

Sejak kepergian Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam, Bilal hanya sanggup mengumandangkan azan selama tiga hari. Setiap sampai kepada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, ia langsung menangis tersedu-sedu. Begitu pula kaum muslimin yang mendengarnya, larut dalam tangisan pilu.

Karena itu, Bilal memohon kepada Abu Bakar, yang menggantikan posisi Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam sebagai pemimpin, agar diperkenankan tidak mengumandangkan azan lagi, karena tidak sanggup melakukannya. Selain itu, Bilal juga meminta izin kepadanya untuk keluar dari kota Madinah dengan alasan berjihad di jalan Allah dan ikut berperang ke wilayah Syam.

Awalnya, ash-Shiddiq merasa ragu untuk mengabulkan permohonan Bilal sekaligus mengizinkannya keluar dari kota Madinah, namun Bilal mendesaknya seraya berkata, “Jika dulu engkau membeliku untuk kepentingan dirimu sendiri, maka engkau berhak menahanku, tapi jika engkau telah memerdekakanku karena Allah, maka biarkanlah aku bebas menuju kepada-Nya.”

Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, aku benar-benar membelimu untuk Allah, dan aku memerdekakanmu juga karena Allah.”

Bilal menyahut, “Kalau begitu, aku tidak akan pernah mengumandangkan azan untuk siapa pun setelah Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam wafat.”

Abu Bakar menjawab, “Baiklah, aku mengabulkannya.” Bilal pergi meninggalkan Madinah bersama pasukan pertama yang dikirim oleh Abu Bakar. Ia tinggal di daerah Darayya yang terletak tidak jauh dari kota Damaskus. Bilal benar-benar tidak mau mengumandangkan azan hingga kedatangan Umar ibnul Khaththab ke wilayah Syam, yang kembali bertemu dengan Bilal Rodhiallahu ‘anhu setelah terpisah cukup lama.

Umar sangat merindukan pertemuan dengan Bilal dan menaruh rasa hormat begitu besar kepadanya, sehingga jika ada yang menyebut-nyebut nama Abu Bakar ash-Shiddiq di depannya, maka Umar segera menimpali (yang artinya), “Abu Bakar adalah tuan kita dan telah memerdekakan tuan kita (maksudnya Bilal).”

Dalam kesempatan pertemuan tersebut, sejumlah sahabat mendesak Bilal agar mau mengumandangkan azan di hadapan al-Faruq Umar ibnul Khaththab. Ketika suara Bilal yang nyaring itu kembali terdengar mengumandangkan azan, Umar tidak sanggup menahan tangisnya, maka iapun menangis tersedu-sedu, yang kemudian diikuti oleh seluruh sahabat yang hadir hingga janggut mereka basah dengan air mata. Suara Bilal membangkitkan segenap kerinduan mereka kepada masa-masa kehidupan yang dilewati di Madinah bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam..BiIal, “pengumandang seruan langit itu”, tetap tinggal di Damaskus hingga wafat.


Sumber : Shuwar min Hayaatis Shahabah, karya, Doktor ‘Abdurrahman Ra’fat Basya.

Senin, 06 Juni 2011

GERHANA BULAN TOTAL

Surat Edaran Gerhana Bulan Total (GBT)
PERSATUAN ISLAM


بسم الله الرّحمن الرّحيم

SURAT EDARAN
Nomor: 0293/JJ-C.3/PP/2011

Tentang
GERHANA BULAN TOTAL (GBT)


Merujuk kepada Almanak Persatuan Islam Tahun 1432 H. yang diterbitkan oleh Pimpinan Pusat Persatuan Islam  sebagai hasil perhitungan Dewan Hisab dan Rukyat Persatuan Islam, maka dengan ini kami beritahukan hal-hal sebagai berikut:

Bahwa pada hari Kamis tanggal 14 Rajab 1432 H / 16 Juni 2011 M akan terjadi Gerhana Bulan Total (GBT);
Kontak awal gerhana                         : pukul 01.22’.18” WIB
Awal total gerhana                              : pukul 02.21’.54” WIB
Pertengahan gerhana                        : pukul 03.12’.30” WIB
Akhir total gerhana                              : pukul 04.03’.06” WIB
Kontak akhir gerhana                         : pukul 05.02’.36” WIB

Sehubungan dengan kejadian gerhana bulan tersebut di atas, kami menganjurkan kepada seluruh anggota dan simpatisan Persatuan Islam serta kaum muslimin untuk melaksanakan Shalat Khusuf pada waktunya. Untuk keseragaman pelaksanaan Shalat Khusuf dimaksud, kami atur sebagai berikut:

Mulai Takbir                          : pukul 01.30 WIB
Shalat Gerhana   : pukul 03.00 WIB. (dilanjutkan dengan Khutbah, pengumpulan dan
                                                  pembagian shadaqoh).

Demikian hal ini kami sampaikan untuk dijadikan pedoman bagi seluruh anggota dan jajaran jam’iyyah serta kaum Muslimin pada umumnya.
الله يأخذ بايدينا الي مافيه خير للاسلام والمسلمين
                                                                             
                                                            Bandung, 2 Rajab 1432 H
                                                                             4 Juni   2011 M
 Ketua Umum,                                      Sekretaris Umum,
               


Prof.Dr.KH.M. Abdurrahman, MA         Dr.H. Irfan Safrudin, M.Ag
NIAT : 07070                                       NIAT : 24410

Disampaikan dan ditembuskan kepada:
1. Yth. Seluruh Jajaran Jam'iyyah Persatuan Islam (PERSIS)
2. Yth. Kementerian Agama RI di Jakarta
3. Yth. Badan Hisab dan Rukyat (BHR) Depag RI di Jakarta
4. Yth. Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta
5. Yth. Seluruh Ormas Islam tingkat Pusat di tempat
6. Yth. Pers


sumber : www.persis.or.id